Sabtu, 08 Februari 2014

Senin, 03 Februari 2014

jejakmu yang hilang

Jemari indahmu merangkul bayangku, menggenggam bara
cinta yang tumbuh menjulang, ratapan tangismu merajuk nan gelisah, mengepakkan rindu
melayang mengitari jiwaku.
Tetesan air mata suci membasahi pipimu, menukar rindu dengan kepahitan yang membuncah.
Tapak yang engkau pijakkan kedalam nadiku, menghanyutkanku kepulau asmara, lalu engkau berdiri
dipersimpangan yang berliku, membutakanmu menjajaki nalurimu.
Kini terpahan gelombang
bergelinding ketepi pantai, menyirami pijakan indah yang
engkau tampakkan dipesisir jiwaku, lalu engkau hanyut dan
tenggelam kedasar samudra, yang menyulitkanku menyelami mencari jejakmu.

aku bukan yang terbaik untukmu

maaf…
karna hanya harapan kosong
yang tlah Q berikan padamu
dan tlah membuat mu kecewa
Q hanya terlalu takut
bila kau terlalu mencintaiku
Q kan membuatmu lebih kecewa
karna kau tak mengenalku kehidupanku
meski smua orang terdekatmu bicara
Q tlah bisa mengubah hidupmu jadi lebih indah
hanya Q yg slalu bisa membuatmu tersenyum
namun tetap Q bukan yang terbaik untukmu
kau tercipta terlalu sempurna
sedangkan aku hanyalah manusia biasa
yang terlalu banyak kekurangan
hingga Q tak pantas tuk miliki dirimu
bait-bait puisi ini Q ciptakan untukmu
sebagai kata hatiku untukmu yang paling baik dan sejujurnya
I love U so much
and will always remember in my heart

Menanti Usainya Sepi



Denyut kursi bergoyang
menemani sepinya hari
hembusan angin berbisik
tanda bermain
wajah mentari tersenyum bahagia
dan ku sendiri 
menanti usainya sepi
bagai air yg tak tau kan bermuara
bisikan sayu hujan dimalam ini
bahkan tak terdengar indah lagi
bulan yg menemani 
tak menampakan indahnya lagi
aku sendiri menunggu sepi
Denyut kursi bergoyang
menemani sepinya hari
hembusan angin berbisik
tanda bermain
wajah mentari tersenyum bahagia
dan ku sendiri 
menanti usainya sepi
bagai air yg tak tau kan bermuara
bisikan sayu hujan dimalam ini
bahkan tak terdengar indah lagi
bulan yg menemani 
tak menampakan indahnya lagi
aku sendiri menunggu sepi

Ketika Rindu Bukan Milik Kita Lagi

Aku bersama untaian angin lepas, terbang bersama rinai hujan
hawa dingin mengalir membendung jiwa, hangat itu lenyap
sekujur tubuh basah dan menggigil, merintih di kelam malam dan bisu
aku terbaring kaku di ujung jalan, tak sanggup kaki bergerak kaku
aku mati raga, mati rasa, mati jiwa
ku biarkan mata ini terpejam, menikmati perih yang menusuk hingga ke ubun
merusak otak saraf ku dan lumpuh
lumpuh dunia ku pijak, mengangkat ku pergi, 
pergi meninggal dunia dan senyap